Program MBG Diprediksi Gerakkan Ekonomi Hingga Rp900 Triliun Melalui Perputaran Dana Lokal

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dinilai memiliki potensi besar dalam menggerakkan ekonomi nasional melalui peningkatan aktivitas ekonomi di tingkat daerah. Ekonom sekaligus mantan Direktur Program Magister Manajemen FEB UI, Harryadin Mahardika, menjelaskan bahwa meskipun tujuan utama MBG adalah pemenuhan gizi, program ini sebenarnya menghadirkan dampak ekonomi yang jauh lebih luas. Dengan alokasi anggaran sekitar Rp300 triliun per tahun, MBG diprediksi mampu menciptakan efek pengganda hingga tiga kali lipat atau mencapai Rp900 triliun. Perputaran dana yang mengalir langsung ke sektor riil terutama di desa dan sentra produksi bahan pangan menjadi faktor utama yang memperkuat analisis tersebut.

Dampak langsung program ini tampak dari penciptaan lapangan kerja melalui keberadaan lebih dari 22 ribu dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang tersebar di berbagai daerah. Setiap dapur mempekerjakan minimal tiga puluh orang sehingga penyerapan tenaga kerja mencapai lebih dari enam ratus ribu pekerja. Mayoritas tenaga kerja berasal dari warga lokal di sekitar dapur, termasuk ibu rumah tangga, sehingga program ini turut memperkuat ekonomi keluarga. Upah pekerja SPPG yang umumnya sedikit di atas UMR juga meningkatkan daya beli masyarakat dan menciptakan perputaran ekonomi yang lebih dinamis di wilayah tersebut.

Selain menyerap tenaga kerja, MBG membawa manfaat ekonomi signifikan bagi petani dan peternak lokal. Kebijakan pembelian bahan pangan yang mengutamakan produsen lokal membuat rantai distribusi menjadi lebih pendek dan efisien. Petani dan peternak tidak lagi bergantung pada tengkulak sehingga dapat menjual hasil produksi dengan harga pasar yang lebih baik. Perputaran uang di tingkat lokal pun meningkat pesat, misalnya satu dapur SPPG yang memproduksi tiga ribu porsi per hari dapat menggerakkan sekitar tiga puluh juta rupiah per hari. Di beberapa daerah seperti Kota Surakarta, total perputaran dana dari seluruh dapur mencapai ratusan juta rupiah setiap hari.

Program MBG juga menghadirkan dampak tidak langsung yang memperkuat perekonomian masyarakat. Orang tua siswa kini dapat mengalokasikan kembali uang jajan anak untuk kebutuhan lain sehingga pengeluaran rumah tangga menjadi lebih efisien. Selain itu, muncul kebutuhan jasa pendukung seperti bengkel mobil, perawatan peralatan elektronik dapur, dan jasa logistik yang mengantar bahan pangan maupun makanan. Industri konstruksi pun ikut bergerak seiring pembangunan ribuan dapur baru di berbagai daerah. Bahkan limbah dapur yang diolah menjadi pakan ternak atau pupuk kompos menambah nilai ekonomi bagi petani dan pelaku usaha kecil.

Secara makro, rangkaian dampak langsung dan tidak langsung tersebut diperkirakan dapat menyumbang tambahan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 0,15 hingga 0,20 persen. Jika pada kuartal sebelumnya ekonomi tumbuh di angka 5,04 persen, maka keberadaan MBG berpotensi mendorong pertumbuhan hingga kisaran 5,1 hingga 5,2 persen pada akhir tahun. Harryadin menegaskan bahwa program ini bersifat revolusioner karena mampu memberikan manfaat serentak bagi berbagai lapisan masyarakat tanpa menimbulkan kerugian bagi pihak mana pun. Ia menilai saat ini merupakan kesempatan terbaik untuk memastikan MBG dijalankan secara transparan dan efektif sehingga manfaatnya benar-benar dirasakan secara luas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *