Pemerintah kembali menunjukkan komitmennya dalam menjaga stabilitas pangan nasional menjelang akhir tahun 2025. Setelah meluncurkan Bantuan Subsidi Upah (BSU), kini pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) tengah menyiapkan bantuan pangan berupa 365.000 ton beras dan 73.100 kiloliter minyak goreng yang akan disalurkan selama Oktober hingga November 2025. Langkah ini diambil untuk mengantisipasi fluktuasi harga dan ketersediaan pangan nasional, terutama saat produksi beras dalam negeri mulai melandai menjelang akhir tahun. Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, menegaskan bahwa pemerintah terus melakukan intervensi untuk memastikan pasokan pangan tetap stabil dan harga di tingkat masyarakat tidak melonjak tajam.
Menurut Arief, bantuan pangan ini merupakan bagian dari strategi nasional untuk memperkuat Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Pemerintah telah mempersiapkan langkah-langkah antisipatif untuk periode November hingga Februari, masa ketika produksi beras biasanya berada di bawah tingkat konsumsi nasional. “Kalau produksi di bawah, maka kita harus memiliki stok cadangan untuk melakukan intervensi,” ujarnya. Karena itu, Bapanas bersama Perum Bulog dan Kementerian Keuangan telah menyiapkan skema distribusi satu kali salur bantuan pangan untuk dua bulan ke depan, dengan dukungan cadangan beras pemerintah yang memadai.
Untuk mendukung program ini, Bapanas juga telah mengajukan Anggaran Belanja Tambahan (ABT) senilai Rp6,5 triliun kepada Kementerian Keuangan. Dana tersebut akan digunakan untuk pelaksanaan bantuan beras dan minyak goreng pada Oktober dan November 2025. Arief menjelaskan bahwa pengajuan tambahan anggaran ini penting agar bantuan bisa disalurkan tepat waktu dan tepat sasaran, mengingat dampak ekonomi dari fluktuasi harga pangan dapat berpengaruh besar terhadap daya beli masyarakat berpenghasilan rendah. Dengan bantuan ini, pemerintah berharap mampu menahan laju kenaikan harga beras dan minyak goreng yang kerap terjadi saat musim panen gadu berakhir dan produksi menurun.
Lebih lanjut, Arief menyampaikan bahwa tren produksi beras nasional mulai menunjukkan penurunan sejak Oktober hingga Desember. Ketika produksi beras lebih rendah dari konsumsi, harga gabah di tingkat petani biasanya naik dan berdampak pada harga beras di pasaran. Untuk itu, pemerintah melalui Bulog telah menugaskan kembali penyerapannya terhadap hasil panen gadu terutama di wilayah yang harga gabah kering panennya di bawah Rp6.500 per kilogram. Intervensi ini dilakukan agar keseimbangan antara harga di tingkat petani dan harga di tingkat konsumen tetap terjaga, tanpa merugikan salah satu pihak.
Hingga awal Oktober 2025, total stok beras yang dikelola Bulog mencapai 3,89 juta ton, dengan realisasi penyaluran cadangan beras pemerintah sebesar 886.400 ton melalui berbagai program bantuan. Sementara itu, pengadaan beras dari hasil produksi dalam negeri telah mencapai 3 juta ton, melampaui target serapan sesuai Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2025. Dengan stok yang kuat dan intervensi pemerintah yang terukur, diharapkan pasokan pangan tetap aman, harga beras dan minyak goreng tetap stabil, serta masyarakat berpenghasilan rendah mendapatkan perlindungan nyata dari gejolak harga menjelang akhir tahun.